Tuesday, December 04, 2012

Indonesia Masih Kuat Hadapi Krisis Eropa Dan Amerika


Medan Bisnis, 10 September 2012

Ada begitu banyak pihak yang merasa cemas dan mengkhawatirkan perkembangan perekonomian global akhir-akhir ini yang dikaitkan dengan kondisi perekonomian nasional. Kecemasan tersebut tentunya sangat wajar mengingat Indonesia juga bergantung dengan Negara lain dalam memutar roda perekonomiannya. Sehingga kekhawatiran akan pengaruh krisis di Eropa dan Amerika terhadap Indonesia cukup beralasan.

Namun, perlukah kita mengkhawatirkannya secara berlebihan pada saat ini?, kekhawatiran tersebut tentunya wajar-wajar saja, namun sebaiknya kita tidak hanya terpaku menjadi saksi perubahan krisis ekonomi saat ini dan berharap terselesaikan untuk selanjutnya baru melakukan tindakan. Dengan kondisi ekonomi kita yang memang turut mengalami kontraksi kecil, akan tetapi bentuk antisipasi serta tetap menjaga momentum pertumbuhan itu menjadi suatu hal yang lebih penting lagi.

Indonesia masih memasuki tahapan ekspansi sehingga tidak perlu mengkhawatirkan dampak krisis di Eropa dengan kondisi perekonomian kita saat ini. Setidaknya perekonomian kita masih tetap tumbuh, dan ketergantungan perekonomian kita terhadap perekonomian global juga semakin mengecil.

Rendahnya rasio ekspor terhadap Produk Domestik Bruto nasional yang terus mengalami penurunan menjadi pertanda bagus bagi ekonomi kita. Menurut sumber Bank Dunia di tahun 2004 rasio ekspor terhadap PDB Indonesia sebesar 32..2%, dan di tahun 2011 angka tersebut mengecil menjadi hanya 26.3%. Dan di tahun 2009, dimana ekonomi Eropa dan Amerika terperosok dalam, rasio ekspor terhadap PDB kita hanya sebesar 24.2%. Oleh karena itu kita tetap mampu tumbuh ditengah terpaan krisis hebat.

Dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi tersebut adalah terjadinya defisit transaksi berjalan. Data menunjukan bahwa semakin cepat perekonomian kita tumbuh, maka semakin besar defisit transaksi yang dibukukan. Defisit yang terjadi di kuartal 2 tahun 2012 mencatatkan rekor angka 3.13% terhadap produk domestik bruto. Namun, berita baiknya adalah terjadi impor barang-barang modal yang nantinya akan menambah output perekonomian kita.

Walaupun terlihat sekilas ekonomi kita berekspansi lebih kencang, namun hal ini perlu diwaspadai dengan melakukan serangkaian kebijakan fiskal dan moneter guna mengerem ekonomi kita agar tidak kepanasan. Di era tahun 1990 – 1996 ekonomi Indonesia pernah tumbuh rata-rata 7% setahun. Pertumbuhan tersebut menciptakan kesejahteraan, walupun sayangnya pertumbuhan tersebut justru membuat kita masuk kedalam jurang krisis di tahun 1997/98.

Indonesia tengah masuk dalam era pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan periode tersebut. Akan tetapi pemerintah kita berupaya menjaga kestabilan fiskal dan moneter yang sejauh ini penulis nilai cukup baik. Laju inflasi yang relatif terkendali yang menciptakan rendahnya suku bunga dan menopang pertumbuhan ekonomi.

Rasio hutang terhadap PDB yang terus mengalami penurunan juga merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang berhati-hati. Di tahun 2005 rasio hutang terhadap PDB sebesar 47%, amgka tersebut terus mengecil setiap tahunnya dan di tahun 2012 rasio hutang to GDP tersebutu hanya menjadi 24%.

Walaupun kita tengah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, namun kita juga menghadapi resiko untuk jatuh kejurang yang lebih dalam. Kita harus banyak belajar dari krisis di tahun 1997/98 silam, dan sepertinya kita sudah berpengalaman dalam mencari solusinya. Pemerintah harus terus menjaga momentum tersebut dengan kebijakan yang hati-hati serta dengan kreatifitas yang tinggi. Jangan sampai pertumbuhan ini hanya bisa kita nikmati sesaat, setelah itu kita masuk kedalam jurang yang sama.

No comments: