Medan Bisnis, 10 September 2012
Ada begitu banyak pihak
yang merasa cemas dan mengkhawatirkan perkembangan perekonomian global
akhir-akhir ini yang dikaitkan dengan kondisi perekonomian nasional. Kecemasan
tersebut tentunya sangat wajar mengingat Indonesia juga bergantung dengan
Negara lain dalam memutar roda perekonomiannya. Sehingga kekhawatiran akan
pengaruh krisis di Eropa dan Amerika terhadap Indonesia cukup beralasan.
Namun, perlukah kita
mengkhawatirkannya secara berlebihan pada saat ini?, kekhawatiran tersebut
tentunya wajar-wajar saja, namun sebaiknya kita tidak hanya terpaku menjadi
saksi perubahan krisis ekonomi saat ini dan berharap terselesaikan untuk
selanjutnya baru melakukan tindakan. Dengan kondisi ekonomi kita yang memang
turut mengalami kontraksi kecil, akan tetapi bentuk antisipasi serta tetap
menjaga momentum pertumbuhan itu menjadi suatu hal yang lebih penting lagi.
Indonesia masih
memasuki tahapan ekspansi sehingga tidak perlu mengkhawatirkan dampak krisis di
Eropa dengan kondisi perekonomian kita saat ini. Setidaknya perekonomian kita
masih tetap tumbuh, dan ketergantungan perekonomian kita terhadap perekonomian
global juga semakin mengecil.
Rendahnya rasio ekspor
terhadap Produk Domestik Bruto nasional yang terus mengalami penurunan menjadi
pertanda bagus bagi ekonomi kita. Menurut sumber Bank Dunia di tahun 2004 rasio
ekspor terhadap PDB Indonesia sebesar 32..2%, dan di tahun 2011 angka tersebut
mengecil menjadi hanya 26.3%. Dan di tahun 2009, dimana ekonomi Eropa dan
Amerika terperosok dalam, rasio ekspor terhadap PDB kita hanya sebesar 24.2%.
Oleh karena itu kita tetap mampu tumbuh ditengah terpaan krisis hebat.
Dampak negatif dari
pertumbuhan ekonomi tersebut adalah terjadinya defisit transaksi berjalan. Data
menunjukan bahwa semakin cepat perekonomian kita tumbuh, maka semakin besar
defisit transaksi yang dibukukan. Defisit yang terjadi di kuartal 2 tahun 2012
mencatatkan rekor angka 3.13% terhadap produk domestik bruto. Namun, berita
baiknya adalah terjadi impor barang-barang modal yang nantinya akan menambah
output perekonomian kita.
Walaupun terlihat
sekilas ekonomi kita berekspansi lebih kencang, namun hal ini perlu diwaspadai
dengan melakukan serangkaian kebijakan fiskal dan moneter guna mengerem ekonomi
kita agar tidak kepanasan. Di era tahun 1990 – 1996 ekonomi Indonesia pernah
tumbuh rata-rata 7% setahun. Pertumbuhan tersebut menciptakan kesejahteraan,
walupun sayangnya pertumbuhan tersebut justru membuat kita masuk kedalam jurang
krisis di tahun 1997/98.
Indonesia tengah masuk
dalam era pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan periode tersebut. Akan
tetapi pemerintah kita berupaya menjaga kestabilan fiskal dan moneter yang
sejauh ini penulis nilai cukup baik. Laju inflasi yang relatif terkendali yang
menciptakan rendahnya suku bunga dan menopang pertumbuhan ekonomi.
Rasio hutang terhadap
PDB yang terus mengalami penurunan juga merupakan salah satu kebijakan
pemerintah yang berhati-hati. Di tahun 2005 rasio hutang terhadap PDB sebesar
47%, amgka tersebut terus mengecil setiap tahunnya dan di tahun 2012 rasio
hutang to GDP tersebutu hanya menjadi 24%.
Walaupun kita tengah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, namun kita juga menghadapi resiko untuk jatuh kejurang yang lebih dalam. Kita harus banyak belajar dari krisis di tahun 1997/98 silam, dan sepertinya kita sudah berpengalaman dalam mencari solusinya. Pemerintah harus terus menjaga momentum tersebut dengan kebijakan yang hati-hati serta dengan kreatifitas yang tinggi. Jangan sampai pertumbuhan ini hanya bisa kita nikmati sesaat, setelah itu kita masuk kedalam jurang yang sama.
No comments:
Post a Comment