Wednesday, February 01, 2012

Krisis Politik Dan Krisis Indeks Bursa

Medan Bisnis, 15 Agustus 2011
Beberapa waktu lalu, media di Amerika Serikat diramaikan oleh berita mengenai perundingan antata Gedung putih dan Kongres AS terkait penyelesaian masalah hutang Amerika. Yang berujung pada kesepakatan untuk menaikan limit utang AS. Yang menarik adalah proses kesepakatan yang menyita waktu serta volatilitas tingginya Indeks Harga Saham AS turut mengiringinya.

Bila ada pernyataan yang keluar dari sejumlah elit politik yang dinilai tidak sesuai dengan harapan pasar, maka harga saham merespon dengan koreksi dan memicu penjualan massif. Namun, disaat presiden Barack Obama menyatakan bahwa telah tercapai kesepakatan diantara kongres AS yang terdiri dari 2 partai, maka Indeks Bursa Saham AS langsung naik merespon pernyataan tersebut.

Beberapa mahasiswa saya tertarik untuk bertanya, bagaimana korelasi antara kondisi politik suatu negara dengan harga saham yang diperdagangankan serta berapa besar pengaruhnya tersebut?. Karena dalam beberapa kejadian politik yang notabene membuat heboh masyarakat terkadang harga saham justru bergerak naik. Ada baiknya melihat sebentar ke sejarah sebelum kita menyimpulkan jawabannya.

Bila berbalik ke tahun 1997/1998, terjadi krisis politik di Indonesia yang diikuti dengan rontoknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Di saat tersebut investor berbondong-bondong melakukan aksi jual secara besar-besaran yang juga diikuti dengan pembalikan modal asing dari negeri ini.

Kondisi serupa juga dialami oleh Mesir, krisis politik yang terus berkelanjutan membuat bursa saham mesir jatuh cukup dalam. Kapitalisasi pasar bursa mesir turun signifikan. Hal tersebut menggeser bursa mesir menjadi bursa terbesar kedua di Afrika Utara, dan bursa Maroko berhasil menjadi bursa yang terbesar di kawasan tersebut. Akan tetapi itu kondisi sementara dan sangat bergantung pada kepemimpinan Mesir yang baru.

Berbeda dengan AS, krisis utang yang terjadi saat ini tentunya akan dimanfaatkan lawan politik Barack Obama sebagai kesalahan atau kegagalan dari kepemimpinan Obama itu sendiri. “Kegagalan” tersebut nantinya akan dijadikan wacana oleh lawan politik AS dalam proses pemilihan Presiden mendatang. Meskipun lawan politik AS sepakat untuk melakukan penyelamatan. Namun, setidaknya proses kesepakatan yang memunculkan kontroversi dan dapat menyudutkan pemerintahan Obama saat ini dapat diingat masyarakat AS, sehingga mampu menjadikan alasan untuk memilih presiden yang lain nantinya.

Nah, agar dipahami bagaimana kondisi ekonomi sangat ditentukan oleh kemauan politik dari negeri yang bersangkutan. Ekonomi tidak berdiri sendiri, melainkan memiliki hubungan yang erat dengan kondisi secara keseluruhan dari suatu negara. Mulai dari Sosial, Politik, Hukum, Idiologi, Budaya hingga Keamanan. Dan semua unsur tersebut bisa terpenuhi bila menginginkan sebuah kondisi bursa yang stabil meski ridak semuanya, namun akan lebih baik bila semuanya terpenuhi.

Salah satu Indikator ekonomi dapat dilihat dari kinerja Indeks harga sahamnya. Bila kita melihat Indeks Bursa yang turun tajam akhir-akhir ini, dan sangat sering dikaitkan dengan kondisi politik baik dari luar maupun dari dalam. Maka jawaban untuk pertanyaan diatas adalah seberapa nyaman pelaku pasar merespon gejolak politik (atau gejolak lainnya) yang berlangsung.

Indonesia tengah dihadapi kemelut politik, seperti pelarian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Dan memang akhir-akhir ini IHSG terkoreksi dan sialnya bertepatan kemunculan Nazarudin di media sebelum akhirnya ditangkap. Namun, bukan karena hal tersebut pemicunya, melainkan kondisi eksternal yang mempengaruhi IHSG.

Secara umum, Pelaku pasar tidak akan menjadikan alasan kemelut yang terjadi di Partai Demokrat dijadikan sebagai alasan untuk menjual saham sehingga Indeks Harga Saham turun di lantai bursa. Walaupun ada satu emiten di lantai bursa yang yang terkait dan menjadi pemenang tender proyek pembangunan wisma atlit, dan harga saham perusahaan tersebut turun.

No comments: