Sunday, February 13, 2011

China Melunak Terhadap Kebijakan Mata Uang Yuan

Medan Bisnis, 28 Juni 2010
Dalam setiap pertemuan penting tingkat internasional, Amerika Serikat selalu mengkampanyekan bahwa penyelesaian krisis dapat dilakukan dengan cara merevaluasi mata uang Yuan China. Dampak revaluasi Yuan China akan memberikan peluang bagi terciptanya kestabilan ekonomi dunia serta mempercpat proses pemulihan ekonomi dari krisis global. Setidaknya begitulah bntuk kampanye yang di lakukan negri paman sam.

Akan tetapi, pemrintah China melalui presidennya Hu Jintao menolak tekanan dari presiden Barrack Obama dengan mengatakan bahwa "penguatan Yuan tidak akan membuat perdagangan AS-Cina menjadi seimbang ataupun menyelesaikan persoalan pengangguran di Amerika". Begitulah isi pembicaraan kedua negara di sela-sela konferensi nuklir april lalu.

Presiden Obama memang mendapatkan tekanan dari dalam negerinya sendiri untuk menekan China. Karena negara tirai bambu tersebut mematok mata uangnya, sehingga barang-barang yang dihasilkan Amerika selalu lebih mahal dibandingkan dengan barang-barang China. Hal tersebutlah yang membuat barang-barang China lebih kompetitif dibandinkan dengan produk AS. Dan disinyalir sebagai akar masalah defisit neraca perdagangan AS.

Bahkan beberapa bulan yang lalu, dua senator AS mengisyaratkan ke kongres AS agar memberikan predikat kepada china sebagai “Currency Manipulator”. Atau Negara yang dengan sengaja memanipulasi mata uangnya demi tujuan maupun kepentingan Negara itu sendiri.

Ada beberapa alasan mengapa China menolak tekanan Amerika, yakni : melindungi produk China agar tetap kompetitif di pasar, menjaga agar nilai ekspor china tetap terjaga, menguasai pangsa pasar dunia, menumpuk cadangan devisa ataupun mengganti posisi Amerika sebagai Negara dengan tingkat PDB yang terbesar.

Tentunya ada begitu banyak penjelasan lain mengapa China melakukan kebijakan tersebut. Namun, Amerika juga punya alasan mengapa tetap menekan China. Amerika mengatakan kebijakan mata uang Yuan menciptakan ketidakseimbangan perdagangan antara kedua negara karena produk-produk China yang lebih murah harganya lebih banyak diserap pasar Amerika dibandingkan dengan barang-barang Amerika yang mahal yang masuk ke pasaran Cina dan kurang kompetitif.

Dengan menekan China, AS berharap China mampu menjadi pengganti AS yang sedang dilanda krisis untuk menjadi motor penggerak ekonomi dunia. AS memang berada dalam posisi yang kurang menguntungkan apabila dihadapkan dengan China. Kalau mengharapkan China menggantikan AS maka proses peralihan tersebut tidaklah semudah dan secepat yang diharapkan.

Kesalahan AS sebagai Negara yang besar karena defisit melebar serta hutang yang banyak, dan sedang dilanda krisis hebat memang membutuhkan China agar turut mampu menjadi stimulus untuk mengurangi permasalahan AS sendiri seperti pengangguran serta menkan defisit. Karena, Amerika yang terkena resesi akan lebih diuntungkan jika nilai tukar yuan terhadap dolar menguat atau dengan kata lain kurs dolar melemah, sehingga kinerja ekspor AS dapat ditingkatkan.

Begitulah perseteruan itu bergulir sebelumnya. Namun tgl 22 juni kemarin Nilai tukar yuan mengalami kenaikan tajam. Yuan menguat ke posisi tertinggi sejak mata uang ini di-revaluasi pada tahun 2005 lalu. Selain itu, Bank sentral China berjanji akan membiarkan nilai tukar yuan makin mengambang dengan bebas serta membuktikan komitmen China untuk membiarkan nilai tukar mata uang yang fleksibel.

China memutuskan melonggarkan kontrol terhadap nilai tukar yuan menjelang pertemuan negara anggota G-20 yang akan berlangsung akhir minggu ini. Selama dua tahun belakangan bank sentral China menerapkan kebijakan nilai tukar fixed terhadap dolar AS yang telah memicu banyak kritik dan menimbulkan ketegangan perdagangan antara AS dan China. China melunak rupanya.

Namun, bukan berarti permasalahan krisis langsung terselesaikan. Butuh pembuktian nyata apakah revaluasi Yuan saat ini benar-benar berdampak langsung terhadap proses pemulihan ke arah yang positif. Bisa saja ya, namun bagaimana kalau permasalahan krisis itu terbukti benar karena kesalahan AS yang punya banyak hutang serta kebijakan yang ceroboh dengan membiarkan deficit yang besar. Kalauitu terbukti, maka China dapat berubah pikiran untuk tetap mematok mata uangnya.

No comments: