Wednesday, February 16, 2011

TDL Naik, Luka Lama (Inflasi) Muncul Kembali?

Medan Bisnis, 19 Juli 2010Besaran kenaikan tariff dasar listrik (TDL) menjadi polemik baru-baru ini. Pemerintah menempuh kebijakan tersebut seiring disaat semua kebutuhan pokok naik menjelang bulan suci Ramadahan, liburan sekolah, serta cuaca buruk yang menyebabkan banyak petani yang gagal panen.

TDL memang tidak naik untuk semua kalangan masyarakat. Bagi pengguna listrik di bawah 900 watt masih bisa bernafas lega karena TDL masih tetap sama. Akan tetapi, kenaikan TDL tersebut akan berdampak pada laju inflasi yang tinggi dan bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK). Mereka yang paling dirugikan adalah para pengguna listrik diatas 900 Watt, atau para pelaku usaha tentunya.

Besaran kenaikan TDL yang menurut PLN berada dikisaran 5-18%, tentunya tidak membuat para pengusaha bergembira. Bahkan apabila kenaikan TDL lebih dari 18%, maka Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai kenaikan tarif dasar listrik tersebut tidak sesuai dengan komitmen Perusahaan Listrik Negara (PLN). Rasa penuh kecurigaan muncul karena APINDO menilai PLN bisa saja menaikkan TDL lebih besar dari yang dijanjikan sebelumnya.

Kenaikan TDL seperti skenario saat ini, seolah-olah mampu menyelamatkan masyarakat dari dampak negatif ekonomis bagi mereka yang menggunakan daya lebih kecil dari 900 watt. Benarkah demikian?. Kalau dihitung-hitung kenaikan TDL sebesar apapun akan tetap berdampak pada ekonomi masyarakat kita secara keseluruhan. Kenaikan TDL akan memberikan dampak kenaikan biaya produksi dan nilai jual, yang dapat berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kenaikan TDL meskipun tidak diperuntukan bagi masyarakat kalangan bawah, namun melonjaknya harga kebutuhan akibat kenaikan TDL akan tetap membebani masyarakat di sisi lain. Sehingga laju tekanan inflasi akan terus meningkat, dan nantinya akan mempengaruhi suku bunga acuan atau biasa dikenal denga istilah BI Rate.

Kenaikan BI Rate, biasaya akan langsung diikuti oleh kenaikan suku bunga Bank yang nantinya akan berdampak pada meningkatnya suku bunga kredit. Sehingga kemampuan sektor riil dalam menyerap tenaga kerja baru menurun. Pasar keuangan kita yang dibebani dengan suku bunga tinggi akan menekan nilai tukar Rupiah sehingga berdampak pada meningkatnya laju tekanan inflasi untuk barang impor.

Selain itu, tingkat suku bunga yang rendah di Negara lain akan memberikan berkah dan pengaruh tersendiri bagi masuknya dana jangka pendek dari luar atau biasa disebut dengan hot money. Nah, Uang panas tersebut yang nantinya akan menahan tekanan terhadap rupiah. Meskipun entah berapa lama penguatan tersebut akan bertahan. Pastinya berharap agar dana panas tersebut lama mengendap di negeri ini.

Kenaikan TDL yang dilakukan pemerintah saat ini seperti aji mumpung. Di saat Indonesia masuk dalam Negara yang layak investasi, maka tepat kiranya jika TDL dinaikkan . Jepang telah memasukan Indonesia sebagai Negara yang layak investasi, sementara lembaga pemeringkat kelas dunia masih harus menilai Indonesia setidaknya 2 tahun kedepan agar Indonesia masuk dalam Negara layak investasi. Dampak membaiknya rating Indonesia akan mengangkat level Indonesia dan mempermudah Negara kita untuk mendapatkan investor luar untuk berinvestasi disini.

Jadi, kisruh kenaikan TDL saat ini akan tertutupi dengan hal lain yang nantinya dinilai masih akan tetap memberikan kabar baik buat Negara kita. Inflasi yang tinggi, perayaan keagamaan, tahun ajaran baru serta cuaca buruk yang berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok naik, akan menjadi topik utama dalam waktu dekat ini.

Meskipun terkadang masih jauh dari mungkin atau bahkan hanya mimpi, semoga aja kenaikan barang yag menjepit kita saat ini tidak berlarut-larut, dan memberikan harapan akan pemulihan di masa yag akan datang. Short term pain but a chance for long term gain.

No comments: