Sunday, February 13, 2011

Kerawanan Eksternal Yang Tinggi

Medan Bisnis, 3 Mei 2010
Indonesia memang berada dalam posisi yang sangat kuat terhadap guncangan krisis keuangan global tahun 2008 silam. Namun, bukan berarti Indonesia memang benar-benar kuat secara fundamental untuk menghadapi terpaan krisis. Hanya saja Indonesia masih diuntungkan dengan kondisi fundamental yang lebih baik jika dibandingkan dengan Negara lain sebagai tujuan investasi seperti terus mengalirnya dana jangka pendek atau biasa disebut dengan istilah Hot Money.

Meski demikian aliran dana yang masuk tersebut bukan berarti akan membuat Indonesia berada dalam zona nyaman. Aliran dana jangka pendek hanya akan bertahan selama Negara kita dinilai tetap lebih aman dan lebih menguntungkan sebagai tempat untuk berinvestasi. Begitu image nya memudar atau ada Negara lain yang lebih menjanjikan maka dana-dana tersebut siap untuk meninggalkan Indonesia.

Masalah ketimpangan yang dapat timbul adalah terjadinya gap atau ketimpangan yang diakibatkan oleh kinerja di sektor finansial yang terus menunjukan peforma baik namun tidak dibarengi dengan membaiknya kinerja sektor riil. Sehingga terciptalah gelembung – gelembung ekonomi (bubble) yang setiap saat bisa saja pecah.

Bahkan Asian Development Bank atau ADB selalu menempatkan Indonesia dalam posisi yang rawan terhadap guncangan eksternal. Indikator yang digunakan yakni utang jangka pendek, kepemilikan ekuitas serta kepemilikan nilai tukar oleh Asing dibagi dengan jumlah cadangan Devisa. Semakin besar presentasi tingkat kepemilikan asing terhadap asset-aset Indonesia maka semakin besar tingkat kerawanan Indonesia dalam menghadapi guncangan eksternal.

Di saat Indikator pasar keuangan seperti IHSG terkoreksi cukup dalam. Pemerintah selalu mengeluarkan statement yang memang dapat dinilai baik. Yakni agar mencegah kepanikan yang terjadi di masyarakat. Meski demikian pemerintah seharusnya lebih bersiap diri dalam menghadapi guncangan-guncangan yang bisa saja terjadi kedepannya.

Seperti permasalahan krisis yang terjadi di Yunani dan menyebar ke spanyol dan Portugal. Kondisi tersebut berpeluang menciptakan krisis yang baru meskipun banyak analis yang mamperkirakan krisis tersebut tidak akan berdampak buruk terhadap perekonomian nasional. Current Account yang masih surplus serta ketergantungan ekspor Negara kita yang relatif kecil terhadap Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat memang menguntungkan Indonesia saat ini.

Guncangan eksternal seperti krisis politik yang terjadi di Thailand, lagi-lagi menempatkan Indonesia pada posisi yang diuntungkan. Banyak Negara yang telah melakukan travel warning ke Negara gajah putih tersebut. Para investor tentunya akan beralih ke Negara yang lain dan Indonesia merupakan Negara yang dilirik untuk dijaikan tempat berinvestasi.

Indonesia dinilai sebagai Negara yang lebih dewasa dalam dunia politik. Sangat berbeda dengan Thailand dimana peralihan rezim kekuasaan sering beralih ke rezim yang baru dengan cara yang dipaksakan atau kudeta. Sehingga tetap saja menimbulkan kerawanan serta tetap menyisahkan persoalan dimasa yang akan datang.

Meskipun pemerintah sejauh ini meng-klaim bahwa perekonomian Indonesia berada pada jalur yang benar atau on the right track. Akan tetapi tidak menjamin 100% bahwa perekonomian kita benar-benar dapat menahan guncangan-guncangan eksternal yang berpotensi menjadi krisis. Indonesia hanya lebih diuntungkan saja apabila dibandingkan dengan kondisi di luar yang saat ini masih berjibaku menghadapi krisis keuangan yang tak kunjung usai.

Dan bagaimana kalau mereka bisa kembali pulih?. Tentunya ada pertimbangan lain dan persaingan baru dalam dunia keuangan global. Permasalahan struktural yang tidak berkontribusi positif terhadap pembangunan di sektor riil semestinya menjadi prioritas utama dalam pembangunan saat ini. Momen yang tepat sudah di depan mata, tinggal sejauh mana kita dapat menfaatkannya.

No comments: