Wednesday, February 16, 2011

Stimulus The FED, Menggairahkan Pasar?

Medan Bisnis, 8 November 2010
Dalam beberapa hari terakhir Bursa Asia mengalami lonjakan kenaikan yang signifkan, seiring dengan penguatan bursa Wall Street. Menguatnya bursa Wall Street terkait dengan langkah Bank Sentral AS yang akan menggelontorkan stimulus jilid 2. Sementara itu, dollar justru mendapat tekanan terkait dengan pertemuan Federal Reserve.

Selain The FED, penguatan bursa di AS juga didukung oleh pemilihan parlemen AS yang berjalan lancar. Meski demikian, kemenangan kubu partai republik di perkirakan akan memberikan tekanan kepada presiden Barack Obama dalam membuat kebijakan. Karena Barack Obama berasal dari kubu partai Demokrat. Dan saat ini parlemen lebih banyak dikuasai oleh oposisi yang umumnya suka berseberangan pendapat.

Stimulus yang dijalankan The FED tetap memunculkan spekulasi, berhasil atau tidak. Selain itu, sisi negative dari keputusan Bank Sentral AS lebih bisa terlihat dibandingkan dengan keberhasilan stimulus yang dijalankan. Menurut rencananya, The FED akan menggelontorkan US$ 600 Miliar untuk membeli obligasi dari perbankan dan lembaga keuangan lainnya dan akan berlangsung hingga akhir juni tahun depan.

Kekhawatiran yang timbul adalah uang tersebut nantinya akan banyak mengalir ke Negara-negara lain. Khususnya kawasan emerging market (Negara berkembang). Dan implikasinya adalah penguatan mata uang lain terhadap US Dolar. Kondisi ini tentu tidak sehat bagi lalu lintas perdagangan internasional. Banyak Negara yang akan mengurangi ekspor dikarenakan mata uangnya menguat terhadap US Dolar. Tentunya akan berdampak pada proses pemulihan ekonomi dunia yang berjalan lebih lambat.

Namun, apabila stimulus itu nantinya mampu meperbaiki daya beli masyarakat AS. Maka, AS tetap mempertahankan posisinya sebagai Negara adidaya ekonomi Dunia. Dengan catatan bila stimulus itu benar-benar berhasil sesuai dengan tujuannya. Permasalahan yang paling mendasar adalah bagaimana stimulus itu nantinya dapat mengurangi angka pengangguran di AS.

AS tentunya tidak ingin pengangguran berkurang dalam waktu singkat selama dijalankannya stimulus tersebut. Namun harapan lain adalah stimulus tersebut mampu mengurangi beban AS serta mengangkat AS keluar dari krisis yang berkepanjangan. Dampak lainnya adalah inflasi yang semakin sulit untuk dikendalikan.

Membanjirnya US Dolar dipasar tentu akan membuat mata uang Negara lainnya menguat. Contohnya Yen Jepang. Pemerintah Jepang tampaknya sulit mencapai target inflasi sebesar 0,6% di tahun 2010, karena mata uangnya – yen - terus menguat. Mata uang yen sempat mencapai 80,41 per USD, tertinggi dalam 15 tahun. Dan memaksa Bank sentral Jepang (BoJ) membeli obligasi pemerintah senilai 5 triliun yen (US$61 miliar).

Indonesia juga akan mengalami hal serupa. Dengan IHSG yang dinilai sudah ketinggian ini, Pasar di buat bingung dengan wacana “IHSG mungkin akan mencentak rekor tertinggi barunya”. Buka suatu hal yang mustahil memang, seiring dengan membaiknya kinerja bursa saham global karena stimulus The FED. Namun akan sampai berapa lama?. Stimulus bukanlah mencerminkan kondisi fundamental sebenarnya dari hasil mekanisme pasar, karena stimulus merupakan campur tangan pemerintah terhadap gejolak ekonomi yang tidak pasti.

Rupiah juga demikian, kian perkasa. Cadangan devisa juga naik dan sudah mendekati $ 100 Milyar. Akan tetapi itu bukan berita positif semata, kenapa? pengelolaan cadangan devisa yang masuk lewat surat utang Negara dan hanya mengendap sesaat, hanya akan membuat repot pemerintah bila tidak mampu mentransformasikannya ke dalam bentuk investasi sektor riil. Yang pada akhirnya akan menciptakan gelembung ekonomi yang suatu saat bisa pecah kapan saja.

No comments: