Wednesday, February 16, 2011

Ramadhan Tiba, Inflasi Tiba Lebih Dulu, BI Rate Menyusul

Medan Bisnis, 9 Agustus 2010
Laju inflasi selama bulan Juli 2010 naik secara fantastis sebesar 1.57%. Besaran kenaikan inflasi tersebut banyak di sumbang oleh kenaikan kebutuhan pokok. Pemicu kenaikan harga barang tersebut diyakini berasal dari tahun ajaran baru, kenaikan TDL (Tarif dasar Listrik) hingga musim penghujan yang membuat banyak petani gagal panen.

Laju tekanan inflasi yang tinggi tersebut diyakini akan berlanjut di bulan Agustus ini. Kenapa? Inflasi musiman akan datang seiring dengan perayaan keagamaan seperti Bulan Ramadhan, Idul Fitri. Menjelang akhir tahun akan ada Natal dan Tahun Baru yang nantinya juga akan menyumbang bagi tekanan inflasi. Selain itu, dampak buruk dari kenaikan TDL akan menjadi mimpi buruk terhadap harga barang nantinya.

Meski Inflasi sudah beranjak naik, namun kita bersyukur Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di angka 6.5%. Keputusan BI tersebut akan memberikan kontribusi positif terhadap ekspektasi PDB (produk domestik bruto) Indonesia di semester II 2010 ini. Realisasi PDB kita yang sangat fantastis melebihi ekspektasi pasar kembali menggairahkan pasar keuangan kita.

Nilai tukar Rupiah menguat tajam terhadap US Dolar di kisaran Rp.8980/$. Cadangan devisa pun meningkat signifikan. Cukup untuk membiayai impor 6 bulan kedepan. Angka angka fenomenal tersebut membuat pasar semakin optimis bahwa Indonesia nantinya akan mencetak pertumbuhan melebihi ekspektasi menteri keuangan Indonesia yang baru. Angka pertumbuhan yang diprediksikan IMF (lebih tinggi dari prediksi pemerintah) sepertinya lebih mungkin terealisasi.

Hanya saja suku bunga acuan atau BI Rate diyakini akan naik menjelang akhir tahun ini. Inflasi yang tinggi memang harus diredam dengan suku bunga yang lebih tinggi pula. Walau demikian, pemerintah tetap optimis laju tekanan inflasi di tahun 2011 akan lebih terkendali dibandingkan dengan tahun 2010 ini.

Namun, hal tersebut tidaklah selalu tepat. Prospek pemulihan ekonomi global bisa saja mendongkrak harga minyak mentah dunia. Sejauh ini pemerintah selalu membuat asumsi harga minyak yang dinilai tidak sepenuhnya tepat karena minyak itu sendiri bergejolak. Dan tentunya hal tersebut harus diwaspadai. Apabila tidak maka akan ada peluang terciptanya tekanan inflasi yang berdampak pada kenaikan BI Rate. Karena BI Rate yang terlalu tinggi tidak cukup sehat untuk mencetak laju pertumbuhan ekonomi.

Sejauh ini yang dapat kita lihat adalah BI dengan Dewan Gubernur-nya yang akan menempuh kebijakan moneter dan perbankan yang diperlukan agar perkembangan inflasi ke depan tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 5 persen ± 1 persen untuk tahun 2010 dan 2011.

Beberapa kebijakan yang umum adalah pengendalian Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan, serta pengendalian jumlah uang beredar di masyarakat. Dimana kebijakan GWM tersebut biasanya akan mengganggu proses intermediasi perbankan. Meskipun masih dapat dikendalikan.

Hal-hal yang dapat membuat BI nyaman dalam mengendalikan inflasi kedepan adalah penguatan nilai tukar Rupiah yang sangat tajam. Penguatan mata uang Rupiah itulah yang nantinya akan menyelamatkan kita dari lonjakan harga minyak mentah dunia, impor yang tinggi hingga tekanan inflasi yang signifikan. Dengan semua indikator tanpa ada kejutan2 lain maka BI Rate diharapkan hanya naik satu kali lagi hingga akhir tahun 2011 mendatang.

No comments: