Wednesday, February 16, 2011

Krisis Irlandia, Penyelamatan atau Hanya Memperlambat?

Medan Bisnis, 6 Desember 2010
Pemerintah Negara di kawasan eropa, yang dipimpin Negara dengan ekonomi besar seperti Jerman, Prancis dan Inggris, bertemu serta membahas krisis utang yang melanda Irlandia. Masalah klasik seperti ini pernah terjadi sebelumnya dimana semua Negara di eropa berembuk untuk menuntaskan krisis yunani yang bisa merembet ke Negara kawasan eropa lainnya. Namun, saat ini kita tengah menyaksikan kalau apa yang dilakukan sebelumnya terhadap yunani termasuk pencegahan merebaknya krisis ke Negara lain belum membuahkan hasil.

Nah, apakah yang terjadi setelah krisis di Irlandia. Kabarnya Irlandia sedang terbelit imbal hasil (yield) surat utang yang diterbitkan oleh pemerintahnya sendiri. Kepanikan muncul setelah obligasi pemerintah irlandia yang berjuluk “Celtic Tiger” mencatat kenaikan imbal hasil dari 6% menjadi 9%. Kenaikan obligasi bertenor 10 tahun teresebut naik dalam kurun waktu 3 minggu saja. Suatu hal yang tidak lazim tentunya.

Hingga menjelang akhir tahun ini, defisit anggaran pemerintah Irlandia mencapai 32% terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka defisit ini meru[akan yang tertinggi di kawasan Eropa. Kalau sudah begini maka jelas Irlandia memiliki resiko gagal bayar (defaoult) yang sangat besar. Dan bernasib sama seperti Yunani yang juga membutuhkan suntikan modal.

Perlu diketahui pula, di eropa obligasi jerman selalu dijadikan tolak ukur dalam menerbitkan obligasi di seluruh Negara eropa. Permasalahannya adalah selisih antara imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun terbitan Irlandia dan obligasi terbitan Jerman melonjak melampaui 680 basis poin. Menarikkah obligasi Irlandia tersebut? Jika dilihat dari imbal hasil pastinya Iya, namun pikirkan juga resiko gagal bayar yang bisa saja terjadi di masa yang akan datang.

Nah dengan defisit neraca yang begitu besar, apakah dana talangan atau biasa disebut dengan bailout mampu menyelesaikan masalah?, entahlah. Setidak-tidaknya langkah yang diambil saat ini mampu memperlambat dampak negatif dari krisis yang sedang terjadi. Belum menunjukan ke suatu kesimpulan dimana krisis dapat diatasi. Dan tentunya perhatian serius dari uni eropa sangat diharapkan, serta dibutuhkan rumusan jelas bagaimana menyelamatkan krisis imbal hasil obligasi Pemerintah Irlandia tersebut.

Disaat Negara anggota uni eropa membeli obligasi dari Irlandia. Muncul wacana agar anggota Uni Eropa yang menjadi investor obligasi tersebut diminta menanggung biaya penyelamatan apabila muncul krisis yang tidak diharapkan. Wacana tersebut jelas menunjukan bagaimana krisis di Irlandia sudah demikian buruknya. Dampaknya adalah harga Obligasi yang kian tertekan serta memicu imbal hasil tersebut semakin meroket.

Investor obligasi Irlandia tersebut tentunya menginginkan agar resiko yang akan diterima di masa yang akan datang lebih setimpal dengan imbal hasil yang didapatkan saat ini. Semakin lama ketidakpastian terhadap pemulihan Irlandia maka semakin besar peluang invetor tersebut untuk tidak lagi masuk kepasar obligai pemerintah Irlandia.

Bank sentral eropa atau ECB sepertinya yang akan bertugas sebagai bumper. Untuk mencegah penyebaran krisis terebut ECB telah melakukan pembelian surat utang pemerintah kawasan Euro. Hal yang paling mendasari adalah bagaimana menyelamatkan sebagian Negara zona euro yang dianggap lemah dalam menghadapi terpaan krisis.

Dampak dari krisis Irlandia tentunya bias dirasakan di Indonesia. Indikatornya dari volatilitas mata uang dan bursa saham. Namun, kita berharap krisis ini tidak melebar ke kawasan lain termasuk Indonesia secara lebih luas. Dan sekaligus kita belajar bagaimana krisis Irlandia yang dipicu oleh melonjaknya yield obligasi negaranya merupakan pelajaran bagus buat Indonesia. SUN jangan dibiarkan memberikan imbal hasil di atas deposito perbankan. Dan jangan sampai tingkat imbal hasil yang tinggi membuat perbankan kita malas menyalurkan kredit, karena SUN saat ini merupakan imbal hasil yang bebas resiko.

No comments: