Sunday, February 13, 2011

Sudah Berakhirkah Krisis di Eropa?

Medan Bisnis, 24 Mei 2010
Indeks bursa saham di Amerika naik setelah sempat turun tajam dalam perdagangan beberapa minggu terkahir. Melemahnya mata uang Euro serta memburuknya kinerja harga komoditas memicu investor melepas kepemilikan portofolio di lantai bursa dan pasar keuangan.

Mata uang US$ pun kembali menjadi incaran di tengah kondisi yang serba tidak pasti seperti sekarang. Alhasil, US$ pun menguat terhadap sejumlah mata uang utama dunia termasuk Rupiah. Namun, keperkasaan US$ tidak serta merta diikuti oleh membaiknya kinerja indeks bursa Dow Jones yang dalam beberapa hari perdagangan terkahir berada di bawah tekanan.

Pada perdagangan jumat akhir minggu kemarinm, Dow Jones kembali unjuk gigi dengan menguat di atas 1 persen. Namun, penguatan tersebut lebih dikarenakan dengan membaiknya data-data perekonomias AS seperti data penjualan rumah baru, permintaan barang-barang yang meningkat serta daya beli masyarakat AS. Dimana untuk setiap data yang dikeluarkan tersebut mengalami kenaikan.

Berita positif untuk AS, dan akan mempengaruhi kinerja pasar saham dan pasar keuangan dalam negeri. Mungkinkah?, bukankah IHSG dan Rupiah dalam beberapa pekan terkahir juga luruh akibat dampak krisis dari Yunani dan Negara eropa lainnya. Bahkan Amerika juga kebagian dampak negatif dari memburuknya kinerja ekonomi dikawasan itu.

Kalau berbicara mengenai kemungkinan ya tentunya mungkin saja. Namun, mungkinkah kawasan eropa benar-benar telah pulih. Tentunya kita tidak dapat melihat dari kinerja indeks bursanya saja yang akhir minggu kemarin kebetulan ditutup di teritori positif. Karena Indonesia sebenarnya juga memiliki fundamental yang baik namun kinerja indeks bursanya masih saja jelek (diterpa guncangan eksternal).

Banyak ekonom yang memperkirakan bahwa Eropa masih sangat rentan dengan potensi krisis baru yang akan muncul. Bahkan ada yang menyimpulkan bahwa depresi hebat di tahun 1933 kemungkinan besar akan terjadi di Negara kawasan Eropa saat ini. Dikarenakan banyaknya hutang pemerintah di banyak Negara.

Dan rasio utang tersebut masih belum turun meskipun berada di kondisi yang stabil. Kalaupun pemerintah menggelontorkan sejumlah uang untuk menyelamatkan perekonomiannya baik dengan cara meminjam atau lewat subsidi. Maka kemungkinan selanjutnya adalah tingginya inflasi dan bangkrut.

Sementara itu, dilain sisi defisit neraca yang terjadi sudah cukup besar sehingga akan menambah beban dan berpotensi menciptakan krisis yang baru. Masalah yang paling mendasar adalah bagaimana meningkatkan pertumbuhan sementara defisit dapat dikatakan anggaran sulit untuk dikendalikan. Maka resesi yang lebih dalam berpeluang untuk terjadi.

Bukan hanya Yunani. Portugal, Irlandia, Italia, Yunani, dan Spanyol (PIIGS) disinyalir memiliki permasalahan yang jauh lebih besar dibandingkan utang yang tinggi. Ekonom juga mempermasalahkan penguatan mata uang Euro selama periode 2006-2008. Sehingga berdampak pada mahalnya mata uang Euro yang saat ini tengah terpuruk terhadap mata uang dunia.

Hadirnya China sebagai motor penggerak ekonomi baru serta Negara di kawasan Asia lainnya turut memberikan kontribusi terhadap menurunnya daya saing di eropa. Bumi terus berputar dan terus merubah posisi setiap yang ada di dunia ini untuk terus mengikuti siklus hidup yang ditentukan dari alam. Guna meminimalisir kemungkinan resiko yang timbul akibat krisis, tetaplah berhati-hati apabila masuk ke bursa saham. Terlihat harga saham memang sudah murah, namun tidak ada garansi akan turun dan lebih murah lagi.

No comments: