Wednesday, February 16, 2011

Mengukur Penguatan Nilai Tukar Rupiah

Medan Bisnis, 27 September 2010
Setiap negara di dunia ini tentunya mempunyai mata uang masing-masing, sementara proses pertukaran valuta asing terjadi melalui Bank yang juga merupakan pusat pasar valuta asing. Bank berfungsi berperan sebagai agen yang mempertemukan pembeli dan penjual valuta asing. Sifat kurs valuta asing tergantung dari sifat pasar. Bila transaksi jual beli valuta asing dapat dilakukan secara bebas dipasar, maka kurs valas berubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran. Meskipun masih ada negara lain yang tidak membiarkan pergerakan mata uangnya diperdagangkan melalui mekanisme pasar.

Jika suatu negara melakukan pertukaran barang dengan negara lain, didalamnya terdapat perbandingan nilai tukar, nilai tukar itulah sebenarnya semacam harga bagi pertukaran tersebut. Demikian juga pertukaran antar dua mata uang berbeda, akan terdapat perbandingan nilai atau harga antar kedua mata uang tersebut. Perbandingan inilah yang disebut dengan exchange rate. Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing akan sangat mempengaruhi iklim investasi dalam negeri, terutama pasar modal.

Ada beberapa variabel penting yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar. Suku bunga merupakan salah satunya. Suku bunga adalah nilai dari uang yang digunakan untuk disalurkan ke masyarakat dalam bentuk pinjaman atau kredit. Tingkat suku bunga yang tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (present value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan investasi yang ada menjadi kurang menarik.

Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan. Disamping itu tingkat bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari suatu investasi cenderung meningkat. Instrumen keuangan yang sering digunakan Bank Indonesia adalah SBI (sertifikat bank indonesia), surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang dikeluarkan BI tersebut digunkan sebagai pengakuan utang jangka pendek.

Selanjutnya adalah Inflasi. Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu kepanasan (over heated), artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang lebih tinggi dari penawaran produknya, sehingga harga-harga barang cenderung mengalami kenaikan. Kondisi ekonomi yang over heated tersebut juga akan menurunkan daya beli uang (purchasing power of money) dan mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya.

Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan turun. Bila dikaitkan dengan mitra dagang negara kita, maka inflasi yang bergerak melebihi pergerakan inflasi di negara mitra dagang maka biasanya mata uang kita lebih cenderung melemah terhadap mata uang mitra dagang tersebut.

Konsep penentuan kurs diawali dengan konsep Purchasing Power Parity(PPP), kemudian berkembang konsep dengan pendekatan neraca pembayaran ( balance of payment theory ). Perkembangan konsep penentuan kurs valuta asing selanjutnya adalah pendekatan moneter (monetary approach). Pendekatan moneter menekankan bahwa kurs valuta asing sebagai harga relatif dari dua jenis mata uang, ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran uang. Pendekatan moneter mempunyai dua anggapan pokok, yaitu berlakunya teori paritas daya beli dan adanya teori permintaan uang yang stabil dari sejumlah variabel ekonomi agregate. Hal tersebut berarti model pendekatan moneter terhadap kurs valuta asing dapat ditentukan dengan mengembangkan model permintaan uang dan model paritas daya beli.

Meskipun mata uang kita diperdagangkan dengan melalui mekanisme pasar. Namun Bank indonesia tetap melakukan pengendalian serta melakukan intervensi ke pasar jika diperlukan. Bila dikaitkan dengan laju inflasi yang tinggi di Indonesia, sebenarnya mata uang kita berpeluang turun terhadap mata uang lain khususnya US Dollar. Sehingga pendekatan moneter yang dilakukan Bank Indonesia ke depan akan lebih bersifat menguras cadangan devisa jika US Dolar berbalik menguat nantinya.

No comments: