Friday, January 22, 2010

Data Ekonomi Buruk, Bursa Tertekan

Medan Bisnis, 2 Maret 2009
Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi AS dalam periode kuartal 4 tahun 2008 mengalami penurunan. Berdasarkan laporan tersebut diketahui bahwa tingkat GDP kuartal terakhir 2008 turun sebesar 6,2%. Level tersebut merupakan level terendah sejak kuartal pertama tahun 1982. Melemahnya pertumbuhan ekonomi sebenarnya telah diprediksi oleh banyak pihak mengingat perekonomian AS pada periode tersebut belum menunjukan pergerakan postif yang cukup signifikan.

Lesunya perekonomian yang dibarengi oleh buruknya data-data ekonomi membuat perekonomian tidak terlepas dari teritori negatif. Data-data ekonomi yang menjadi faktor utama dari penurunan pertumbuhan ekonomi diantaranya ialah pengeluaran konsumen yang turun 4,3% pada periode yang sama, sedangkan data durable goods anjlok sebesar 22,1%.

Pertumbuhan ekonomi AS dalam jangka pendek diperkirakan masih akan bergerak pada level yang negatif. Apalagi sampai dengan semester pertama tahun ini perkembangan ekonomi masih belum menunjukan perubahan yang signifikan meskipun pemerintah telah menrapkan kebijakan stimulus perekonomian hingga mencapai 775 miliar dollar.

Sementara itu, Eurostat yang merupakan lembaga riset terbesar mengumumkan bahwa tingkat inflasi Eropa pada bulan Januari mengalami penurunan. Laporan tersebut diketahui bahwa tingkat inflasi mengalami penurunan sebesar 0,8%. Level tersebut berhasil mencetak rekor penurunan inflasi terbesar sejak tahun 1997.

Tekanan Inflasi yang terus turun akan membuat Bank Sentral Eropa atau BOE untuk kembali menurunkan tingkat suku bunganya di bulan kedepan. Harga minyak mentah dunia yang masih melemah diyakini sebagai pemicu utama rendahnya laju tekanan inflasi.

Namun, nilai tukar mata uang USD mengalami penguatan terutama terhadap Euro dan Poundsterling. Penguatan ini tidak terlepas dari tindakan investor yang kembali melakukan aksi safe heaven sehubungan dengan turunnya bursa saham. Spekulasi yang menyebutkan bahwa Citigroup akan membutuhkan dana dari sektor swasta untuk mengangkat perekonomian menjadi sentimen negatif bagi perdagangan saham.

Saham-saham di lantai bursa AS berjatuhan dimana indeks bursa S&P 500 mencetak kinerja terburuk kedua sejak tahun 1933, paska pemerintah AS mengumumkan akan menambah jumlah kepemilikan saham mereka di Citigroup. langkah pemerintah AS ini dinilai sebagai bentuk Nasionalisasi sektor perbankan dan hal ini mengkhawatirkan para investor.

Harga saham Citigroup jatuh 39 percent setelah pemerintah AS mengumumkan akan menambah modal sebesar $25 milyar dalam kepemilikan saham umum bank tersebut sehinga hal ini akan mendilusi keberadaan pemilik saham saat ini sekitar 74 percent. Indek S&P sektor keuangan jatuh 8.1 percent akhirnya. Ada satu keyakinan bahwa Citibank bukanlah merupakan bank terakhir yang akan diambil alih oleh pemerintah AS. Dengan keyakinan bahwa jika pemerintah AS melakukan penambahan rasio kepemilikan saham antara 30-40 persen saja, sebagaimana yang dilakukan pada Citibank, maka hal tersebut sudah layak dikatakan sebagai langkah nasionalisasi oleh pemerintah AS.

Melemahnya Indeks bursa saham di Amerika telah menyeret indeks bursa regional ikut terkoreksi. IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) juga ikut terkoreksi seiring memburuknya perekonomian di AS. Hal tersebut diperkirakan akan terus menjadi bayang-bayang hitam bagi perdagangan di Bursa Efek Indonesia setidaknya sampai ada sentiment positif di pasar.

No comments: