Friday, January 22, 2010

Tekanan Inflasi Terus Melunak

Medan Bisnis, 19 Januari 2009
Penurunan harga BBM oleh pemerintah per tanggal 15 Januari kemarin membawa berkah bagi kita semua. Dengan penurunan tersebut diharapkan harga bahan kebutuhan pokok juga ikut turun. Selain itu, penurunan tersebut juga memberikan angin segar bagi dunia perbankan khususnya Bank Indonesia, yang diyakini akan menurunkan suku bunga acuan atau BI rate.

Semua kalangan menilai positif langkah pemerintah tersebut, terlebih pelaku bisnis. Dengan penurunan harga BBM diharapkan pemerintah memiliki peluang untuk terus mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, ditengah krisis keuangan global. Penurunan harga BBM merupakan memomentum yang sangat baik untuk menatap hari esok.

Daya beli masyarakat yang turun akibat terpaan krisis global setidaknya masih dapat diminimalisir dengan adanya langkah positif dari pemerintah tersebut. Penurunan BBM juga diharapkan mampu mengurangi beban dunia industri. Dan lebih dari itu, industri-industri baru sudah seharusnya bangkit kembali memanfaatkan momentum saat ini.

Faktor yang paling mendukung penurunan harga BBM adalah penurunan harga minyak dunia yang sangat signifikan. Harga minyak dunia terus mengalami penurunan yang tajam dan berada dikisaran $36/barel saat ini. Harga minyak yang sempat naik setelah Israel menyerang Palestina, dan kembali bergerak turun setelah terjadi penurunan konsumsi minyak seiring krisis keuangan dunia.

Langkah negara anggota OPEC juga tidak membuahkan hasil setelah mereka memotong produksinya untuk mendongkrak harga minyak. Namun, ini bukanlah berita baik juga. Karena penurunan konsumsi masyarakat dunia menggambarkan suramnya perputaran roda ekonomi masyarakat global. Dan dapat mengakibatkan perlambatan ekonomi domestik.

Sulit untuk menggambarkan wajah perekonomian kita kedepan. Meskipun telah ditopang dengan sederatan langkah kebijakan uang longgar. Perputaran roda ekonomi domestik belum menunjukan hasilnya. Dan belum jadi garansi bahwa langkah pemerintah untuk menggelontorkan sejumlah uang untuk menstimulus ekonomi, akan berjalan mulus seperti yang diharapkan.

Ekspor tetap menjadi salah satu andalan negara kita dalam mencetak devisa. Ditengah melemahnya permintaan dari negara lain, tak urung kebijakan yang memaksakan akan konsumsi dalam negeri terus dikumandangkan. Sulit mengilustrasikan, bagaimana masyarakat yang terus melemah adaya belinya akibat krisis global, dipaksa untuk mengkonsumsi lebih banyak lagi dengan uang yang digelontorkan pemerintah, meskipun dengan biaya (bunga) murah.

Dunia perbankan tentunya enggan menyalurkan dana-dana tersebut karena mengandung sejumlah resiko yang akan berakibat pada meningkatnya kredit macet. Pasar tentunya akan melihat prospek ekonomi ke depan dengan menganalisa sejumlah faktor. Dan setidaknya itu dilakukan hingga semester pertama tahun 2009. Hal itu seiring dengan sejumlah pengamatan para analis yang mengindikasikan bahwa perubahan akan terlihat setelah 6 bulan kedepan. Walaupun belum ada yang bisa memastikan perubahan seperti apa yang akan terjadi.

Namun, ada hal yang cukup menggembirakan kita semua, setidaknya hingga 1 sampai 3 tahun kedepan. Hal ini terkait dengan melunaknya laju tekanan inflasi. Hal tersebut sepertinya akan dijadikan momentum dan alasan kuat agar perekonomian kita tetap berputar serta ditopang dengan kebijakan suku bunga rendah. Dan tentunya kondisi tersebut akan memberikan ruang bagi terus berkembangnya dunia usaha dan penciptaan lapangan kerja baru. Semoga.

No comments: