Friday, January 22, 2010

Deflasi, Mata Uang dan IHSG

Medan Bisnis, 4 Mei 2009
Dalam ilmu ekonomi, Deflasi merupakan suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan mengakibatkan nilai tukar atau uang bertambah.Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar.

Di bulan April kemarin telah terjadi deflasi sebesar 0.31%. Besarnya deflasi yang diumumkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) tanggal 1 Mei kemarin telah mengangkat nilai tukar Rupiah dan membuat IHSG ditutup keteritori positif. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ruang penurunan suku bunga (BI rate) terbuka lebar.

Menurut pemerintah, terjadinya deflasi dikarenakan turunnya sektor konsumer terkait turunnya permintaan bahan makanan selama dua bulan berturut-turut. Selain itu, penguatan nilai tukar Rupiah juga diyakini menjadi pemicu terjadinya deflasi. Semoga saja hal yang dikemukan tersebut benar adanya. Asalkan jangan sampai deflasi terjadi karena telah terjadi penurunan daya beli masyarakat sehingga dikuti oleh penurunan harga barang.

Sejauh ini, pengumuman deflasi oleh pemerintah telah membawa pasar keuangan kita berkinerja baik. Lihat saja nilai tukar Rupiah serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diperdagangkan menguat pada perdagangan minggu kemarin. Penguatan tersebut diyakini sebagai sinyal bahwa akan ada penurunan BI rate yang nantinya akan membuat wajah ekonomi Indonesia lebih baik lagi, khususnya sektor riil.

Lain lading lain belalang, meskipun terjadi deflasi serupa antra Indonesia dan Jepang namun, pemerintah Jepang justru mendapatkan hal yang sebaliknya. Menanggapi rilis data ekonomi ini nilai tukar yen mengalami pergerakan melemah dan telah mencapai level terendahnya dalam dua minggu belakangan terhadap dolar AS.

Pada bulan Maret lalu indeks harga konsumen di Jepang mengalami kontraksi. Kontraksi sebesar 0.1% ini merupakan yang pertama kalinya terjadi sejak bulan September tahun 2007 lalu. Deflasi yang terjadi di Jepang ini merupakan sinyal bahwa resesi telah menimbulkan kemungkinan untuk menciptakan deflasi spiral.

Menanggapi rilis data ekonomi hari ini nilai tukar yen mengalami penurunan terhadap dolar dan euro. Terhadap dolar yen melemah ke level 98.94 per dolar dari penutupan dini hari tadi di posisi 98.55 per dolar. Sementara itu terhadap euro yen mengalami penurunan ke level 131.11 per euro dari penutupan 130.48 per euro. Baik terhadap dolar maupun euro yen mengalami penurunan ke level terendah sejak tanggal 16 dan 20 April.

Dalam minggu ini, sentiment deflasi masih akan mewarnai transaksi di lantai bursa maupun pada nilai tukar mata uang (valas). Dengan tetap menunjukan adanya tren kenaikan pada pergerakan keduanya, baik IHSG dan nilai tukar Rupiah. Akan tetapi kenaikan IHSg secara terus menerus dan menembus level 1.700 jangan membuat pelaku pasar terlena.

Kenaikan tersebut sebenarnya telah membawa kita ke resiko yang lebih besar lagi. Semakin tinggi naiknya, maka akan terasa sakit sekali kalau kita juga merasakan jatuhnya. Dengan tidak lupa bila sedang berada diatas, sebaiknya kita juga harus ingat bahwa kita tidak akan selamanya diatas. Dan untuk itu kita harus lebih waspada lagi.

Mengawali minggu ini, IHSG diperkirakan akan menguat seiring dengan membaiknya indikator ekonomi makro kita. Selain itu, IHSG juga akan kebagian “berkah” dari penguatan indeks bursa dow jones yang datang dari negeri paman sam.

No comments: