Friday, January 22, 2010

Menari Diatas Luka

Medan Bisnis, 27 Juli 2009
Bom kembali mengguncang Indonesia. Kejadian pada jumat pagi (17 Juli) tersebut mengingatkan kita pada kejadian serupa yang pernah terjadi sebelumnya. Indonesia masih menjadi tempat sasaran teroris dalam melakukan aksinya. Sungguh menyedihkan, dampak dari ancaman teroris selalu menimbulkan kerugian yang sangat besar. Bukan hanya materi atau nyawa. Namun, perekonomian suatu Negara bisa saja terhenti dan berdampak pada permasalahan sosial yang lebih luas.

Indeks harga saham gabungan maupun Rupiah merupakan sebuah indikator ekonomi utama yang langsung bereaksi terkait ledakan di hotel J.W. Mariot dan Ritz Carlton. Pada hari jum’at, 2 minggu lalu IHSG sempat melemah hingga 2.56% sebelum akhirnya ditutup melemah 0.5%. Teror tersebut sempat membuat para pelaku pasar shock, meskipun tidak berlangsung lama.

Teror Bom merupakan sentimen negatif dan sangat efektif mengguncang pasar modal dan keuangan. Apabila teroris berhasil melakukan aksinya, maka pelaku pasar (dalam beberapa waktu tertentu) akan melupakan metode analisis baik fundamental maupun teknikal yang lazimnya digunakan sebelum menentukan investasinya.

Yang ada hanya kepanikan yang terkadang diiringi dengan melepas portofolio. Kondisi tersebut dapat saja dimanfaatkan oleh pelaku pasar lainnya, yang menilai kondisi seperti ini merupakan kesempatan untuk mengumpulkan portofolio. Nah tipe pelaku pasar yang terakhir ini yang menerima keuntungan besar karena pasar telah berubah arah pada saat ini.

Setelah kejadian Bom tersebut memang Rupiah dan IHSG sempat turun/melemah. Namun kondisi tersebut hanya berlangsung satu hari saja. Karena, pasar kembali bergairah memasuki hari pertama perdagangan minggu selanjutnya. Rupanya Bom tersebut tidak membuat investor jera untuk terus mengkembangbiakan uang mereka di Indonesia.

Sejauh ini IHSG telah menunjukan peforma bagus dengan menyentuh level tertinggi baru (2.185) sejak IHSG terjun bebas pada bulan oktober tahun 2008 silam. Dan Rupiah juga kembai perkasa dengan menekan US Dolar hingga di bawah Rp.10.000,-/US Dolar atau tepatnya di harga Rp. 9.995,-/US Dolar. Menakjubkan, Indikator ekonomi Indonesia saat ini benar-benar telah menunjukan perubahan positif yang cukup fantastis.

Membaiknya ekspektasi perekonomian AS, tekanan laju inflasi Negara kita yang relatif rendah, serta laju pertumbuhan yang masih dibukukan oleh pemerintah RI, menjadikan Indonesia tetap menjadi lahan investasi. Negara lain yang disebut-sebut sebagai Negara yang direkomendasikan adalah BRIC (Brazil, Rusia, India dan China). Bahkan sebutan BRIC tersebut sudah berubah menjadi BRICI (Brazil, Rusia, India, China dan Indonesia).

Dimasukannya Indonesia sebagai tempat tujuan investasi akan berdampak pada ekspektasi yang lebih baik terhadap ekonomi Indonesia kedepan. Kalau tanpa ada aral melintang, maka Indonesia berpeluang untuk meningkatkan laju pertumbuhan yang menurut presiden terpilih sebesar 7%. IHSG dan Rupiah berpeluang untuk menguat lagi, dan IHSG memiliki peluang untuk kembali ke level tertinggi seperti tahun 2008 silam.

Terkait dengan aksi terorisme, merupakan variabel negatif yang sulit untuk diperkirakan kapan akan terjadi. Sehingga dampak negatif yang ditimbulkan sangat bergantung pada kinerja pemerintah dalam menanggulangi terorisme maupun sikap/habit pelaku pasar itu sendiri dalam menyikapi aksi terorisme yang terjadi.

Belajar dari pengalamn sebelumnya, aksi teror yang terjadi di Indonesia tidak memberikan dampak kelesuan pasar yang berkepanjangan. Kejadian teror setidaknya turut mengedukasi para pemodal/investor dalam menyikapinya. Dengan harapan kedepan aksi terorisme tidak memberikan dampak apapun terhadap kinerja perekonomian kita, meskipun sepertinya agak sulit tapi bukan tidak mungkin.

No comments: