Saturday, January 23, 2010

Data Ketenaga Kerjaan AS, Nilai Tukar dan Indeks Bursa

Medan Bisnis, 11 Januari 2010Mata uang AS US$ kembali tertekan terhadap sejumlah mata uang utama dunia seperti Yen Jepang. Pelemahan tersebut dipicu oleh memburuknya data sektor ketenaga kerjaan AS yang dirilis lebih buruk dari ekspektasi sebelumnya. Sebelumnya banyak analis yang memperkirakan bahwa hanya akan terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sebanyak 3.000 hingga 11.000 jiwa.

Namun, data yang telah dirilis menunjukan bahwa telah terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sebanyak 85.000 jiwa. Kondisi tersebut membuat pasar keuangan AS baik mata uang dan Indeks Bursa Dow Jones (DJIA) diperdagangkan turun selama sesi perdagangan. Hanya saja DJIA mampu menguat menjelang sesi penutupan perdagangan.

Data tersebut sekaligus tetap membuat tingkat pengangguran AS tidak banyak berubah di angka 10.2%. Padahal di bulan desember kemarin seharusnya lebih sedikit tenaga kerja yang tidak terserap seiring dengan perayaan natal dan tahun baru. Tingkat pengangguran AS diperkirakan akan tetap berada di atas 10% setidaknya hinga bulan juli mendatang. Sebuah kondisi dimana tidak akan berpengaruh banyak pada kinerja keuangan AS.

Sementara itu, stimulus yang pernah digelontorkan pemerintah AS sepertinya akan menuai inflasi di tahun 2010 ini. Oleh karena itu, suku bunga di AS akan mulai beranjak naik meskipun dalam angka yang tidak signifikan. Ini merupakan kesempatan buat Negara yang tergolong emerging market (berkembang) untuk menerima dana yang akan mengalir masuk termasuk Indonesia.

Para investor sudah mulai untuk masuk ke pasar yang lebih beresiko karena memberikan imbal hasil yang lebih baik dibandingkan dengan AS. Indeks bursa Indonesia misalnya, diperkirakan akan mengalami penguatan seiring dengan masuknya investor asing. Selain itu, nilai tukar rupiah bahkan diprediksi akan menguat tajam mendekati level Rp.9000/US$.

Namun, penguatan Rupiah diperkirakan akan tertahan, karena BI (Bank Indonesia) diperkirakan akan melakukan stabilisasi terhadap nilai tukar Rupiah agar tidak berfluktuasi secara tajam. Dengan penguatan nilai tukar Rupiah yang cukup signifikan nantinya akan memperbesar peluaang BI untuk menambah cadangan devisa. Namun, Rupiah yang kuat juga akan berdampak pada laju inflasi yang tinggi, karena impor justru akan naik.

Terlebih apabila dikaitkan dengan ACFTA (Asean China Free Trade Area), maka akan lebih banyak barang dari luar khususnya China yang masuk kepasar kita. Untuk itu perlu stabilisasi nilai tukar sehingga memberikan ketenangan kepada pelaku industri yang sangat bergantung pada perubahan nilai tukar Rupiah.

Yang paling terpukul adalah ekspor Negara kita apabila Rupiah terus saja menguat tanpa ada intervensi pemerintah. Pasar ekspor berpotensi akan turun turus dan membuat harga barang kita kurang bisa bersaing dipasar internasional. Sehingga kendati Rupiah menguat bukan berarti selamanya akan menjadi berita bagus buat kita. Tetap ada konsekuensi yang akan kita terima.

Selain itu, penguatan nilai tukar Rupiah juga akan membuat banyak spekulan yang mulai membeli US Dolar. Untuk dijual nanti pada saat US$ kembali perkasa terhadap mata uang dunia. Namun, masih banyak faktor lain seperti harga minyak dunia yang cenderung naik yang nantinya akan menekan nilai tukar Rupiah. Kalau dicermati sebenarnya kita hanya berputar-putar bagaimana menyeimbangkan ekonomi kita ditengah perubahan peradaban yang sedang kita lalui.

No comments: