Friday, January 22, 2010

Pentingkah Mazhab Ekonomi ?

Medan Bisnis, 6 Juli 2009
Pada hari jum’at minggu kemarin, Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 bps (basis poin). Keputusan tersebut mampu mengangkat indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia menguat kendati dipengaruhi oleh sentimen negatif dari Dow Jones yang masih terpuruk. Namun, keputusan BI itu justru membuat Rupiah terkulai tak berdaya.

Sementara itu, nilai tukar dolar AS juga cenderung mengalami penurunan terhadap mata uang utama dunia khususnya Euro. Dolar yang pada sesi pembukaan sempat menguat cukup tajam kembali bergerak melemah. Hal tersebut diyakini sebagai akibat dari aksi profit taking para pemain di pasar valuta asing.

Pada minggu ini mata uang negeri paman sam US Dolar masih menunjukan penurunan mingguan terhadap euro. Permasalahannya adalah, naiknya tingkat pengangguran yang tinggi di AS, yaitu 9.5% mengakibatkan para investor kembali mengkhawatirkan resesi yang dirasa makin dalam. Kondisi ini mengakibatkan para investor enggan memegang US Dolar.

Selama perdagangan minggu kemarin, baik pasar saham dan valas belum terbebas dari sentimen negatif pasar. Mulai dari merebaknya flu babi yang saat ini ternyata sudah mulai menjangkiti kota medan, potret buram data pengangguran di AS yang tak kunjung selesai, hingga antisipasi pasar terhadap pilpres. IHSG dan Rupiah pun dibuat mondar-mandir tanpa arah karenanya.

Hal tersebut menunjukan betapa pelaku pasar atau investor masih kebingungan dalam menentukan arah. Para investor masih ketakutan apabila nantinya pemilihan presiden justru memenangkan presiden yang dinilai tidak pro pasar dalam kebijakan ekonominya. Oleh karena itu, banyak investor yang menunda rencana investasinya di Indonesia setelah Pilpres selesai nantinya.

Saat ini pengaruh eksternal yang negatif kian membuat kinerja pasar keuangan domestik tidak berdaya. Selain dikarenakan minimnya sentimen dari dalam, Investor juga masih menunggu arah pemimpin masa depan Indonesia selama 5 tahun mendatang. Sentimen penurunan BI rate pun dinilai tidak mampu menandingi isu poling sms Capres yang digelar oleh beberapa stasiun TV. Gambaran siapa yang akan menang dalam pilpres sesuai polling tersebut seolah-olah dijadikan patokan pada siapa yang berhak menjadi pemimpin bangsa ini kedepan.

Liberalisasi pasar yang memberikan seluruhnya pada mekanisme pasar memang sangat merugikan bagi negara yang tidak memiliki modal yang kuat dalam menahan guncangan di pasar keuangan. Beberapa contoh yang dapat kita lihat adalah ketika dana asing mulai berlarian keluar yang menyebabkan IHSG terkoreksi dan Rupiah melemah.

Liberalisasi di sektor keuangan tersebut sejauh ini memang menjadikan kondisi pasar kita tidak bisa terlepas dari pengaruh negatif negara lain khususnya Amerika Serikat. Sistem yang sudah terintegrasi dengan kondisi diluar tersebut menjadikan arah pergerakan pasar kita selalu berkiblat ke negara-negara yang dinilai memiliki modal/kapital yang lebih mumpuni.

Misalkan saja data-data ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah AS, seperti Inflasi, penjualan perumahan dan kendaraan, data ketenaga kerjaan selalu menjadi tolak ukur dalam menentukan kemana arah IHSG dan Rupiah nantinya. Namun, bagaimana dengan data perekonomian yang dirilis oleh departemen terkait di Indonesia. Sejauh ini, hanya data inflasi yang dikeluarkan BPS yang bisa mempengaruhi arah pergerakan pasar.

Sementara itu, apa yang akan terjadi apabila data penjualan sepeda motor di Indonesia naik tajam. Sebagai seorang analis tentunya data tersebut tidak akan berpengaruh banyak. Jadi jangan coba berharap bahwa data tersebut akan mampu merubah arah pandang para pelaku pasar di seantero bumi ini. Yang ada kemungkinan hanya kenaikan harga saham lokal seperti misalkan ASII (Astra International), karena pasti volume penjualan kendaraan di perusahaan tersebut naik dan ada ekspektasi kenaikan laba.

Itulah wajah pasar kita, meski demikian bukan berarti bahwa negara kita terus akan menjadi bangsa yang tetap begini-begini saja tanpa ada perubahan yang berarti. Kemajuan bangsa ini bukan ditentukan oleh sebuah teori seperti perekonomian prorakyat, keynessian, penganut ekonomi liberal bahkan dikenal ekonomi jalan tengah seperti yang didengung-dengungkan akhir-akhir ini.

Namun, manfaat dari setiap mazhab yang dijalankan itu yang akan menentukan perubahan bagi bangsa ini. Apa gunanya ekonomi pro-rakyat namun dijalankan dengan banyak penyelewengan seperti korupsi dan sebagainya. Dan apa gunanya liberal apabila tidak ditujukan bagi kesejahteraan rakyat banyak. Anda yang menentukan tanggal 8 nanti.

No comments: