Saturday, January 23, 2010

Menjelang Tutup Akhir Tahun dan Tahun Baru

Medan Bisnis, 14 Desember 2009
Kinerja pasar keuangan kita di tahun 2009 ini cukup baik jika diandingkan dengan ditahun sebelumnya. Beberapa indikator ekonomi makro berhasil keluar dari masa resesi yang terjadi menjelang akhir tahun 2008 kemarin. Nilai tukar Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan, laju inflasi, PDB serta beberapa indkator ekonomi lainnya memberikn kinerja yang lebih baik meskipun dibayangi oleh resesi global.

Selain itu, tahun 2009 sekaligus menjadi tahun penuh dengan gejolak politik seperti Pemilu dan Pilpres yang secara substansial bisa saja mengganggu kinerja perekonomian bangsa. Namun, bersyukur pada tuhan kita mampu melewatinya sehingga memicu kita lebih semangat di tahun yang akan datang. Booming awal harga komoditas, daya beli masyarakat yang lebih baik diyakini akan terjadi di tahun 2010 nanti.

Dengan semangat tahun 2009 maka di tahun 2010 sepertinya kita akan mengalami masa dimana kita dapat meningkatkan laju pertumbuhan dengan angka yang lebih tinggi lagi. Optimisme di tahun 2010 juga lebih baik dibandingkan dengan tahun 2009 ini. Ada 2 faktor utama, yakni Internal dan Eksternal.

Faktor eksternal yang dimaksud adalah proses pemulihan perekonomian dunia yang dimulai dari AS sudah menunjukan proses perubahan ke arah yang lebih baik. Ekonomi AS yang selalu menjadi lokomotif ekonomi dunia merupakan posisi yang sangat vital dalam menentukan arah ekonomi dunia kedepan. Oleh karena itu, perubahan ada indicator ekonomi AS akan menjadi pemicu perubahan indikator ekonomi dunia. Dan kita harapkan akan lebih baik lagi.

Dari sisi internal, Negara kita mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional kendati mengalami kendala karena dunia justru masih dilanda resesi. Laju pertumbuhan yang tercipta telah mengangkat nilai tukar Rupiah serta IHSG yang menjadi terbaik kedua untuk tingkat dunia. Meski demikian ekonomi kita tidak sepenuhnya tahan terhadap guncangan krisis Negara lain seperti yang terjadi pada Dubai baru-baru ini.

Laju tekanan inflasi yang relatif rendah telah membuat Bank Sentral Indonesia memangkas suku bunga secara bertahap (saat ini tetap 6.5%). Pemangkasan tersebut dilakukan tanpa membuat Rupiah bergejolak hebat, karena memang selisih antara BI Rate dan The FED Fund Rate yang masih relatif lebar. Akan tetapi, masa kebijakan moneter yang cukup longgar ini akan berakhir di tahun 2010 nanti. Seiring dengan tekanan laju inflasi yang diperkirakan meningkat di tahun 2010 mendatang.

Nilai tukar rupiah juga akan mengalami tekanan apabila nantinya AS benar-benar mampu keluar dari resesi saat ini. Stimulus yang digelontorkan pemerintah AS harus dibayar dengan tekanan inflasi di tahun 2010 nanti. Dampaknya akan signifikan tatkala investor kembali ke AS dan menarik modalnya dari Indonesia. Penguatan nilai tukar Rupiah serta penguatan IHSG menjadi tolak ukur utama untuk mengetahui arus dana asing yang keluar masuk di negeri kita ini.

Hanya saja, harga minyak yang paling mengkhawatirkan. Proses pemulihan ekonomi dunia akan kembali menyeret harga minyak ke level yang lebih tinggi lagi. Sehingga diperkirakan kenaikan komodotas tersebut akan berdampak signifikan bagi perekonomian kita kedepan. Defisit karena beban subsidi dan kenaikan harga BBM akan menambah laju tekaan inflasi yang berbuntut pada melemahnya nilai tukar Rupiah.

Akan tetapi, Booming komoditas justru akan memberikan dampak positif bagi perdagangan saham. IHSG berpeluang menguat sangat besar karena ada Booming komoditas tersebut. Harga CPO dan minyak mentah akan menjadi katalis baru bagi perburuan saham di lantai bursa. Meskipun akan ada banyak peluang di tahun 2010 namun akan ada banyak tantangan yang menjadi PR bagi pemerintah untuk diselesaikan.

No comments: