Friday, January 22, 2010

Keperkasaan Harga Minyak Terhadap Saham dan APBN

Medan Bisnis, 1 Juni 2009
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah menyatakan bahwa keberhasilannya dalam menurunkan harga BBM dalam negeri beberapa waktu lalu. Keberhasilan tersebut dinilai sebagai usaha pemerintah dalam menstabilkan harga BBM setelah sempat naik rata-rata diatas 30% tersebut.

Kenaikan BBM tentu sebelumnya sudah diperkirakan. Mengingat Negara ini merupakan Negara yang juga mengimpor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri. Pada saat SBY menaikkan harga minyak, pertimbangan yang menjadi landasan utama adalah karena ada kenaikan harga Minyak Mentah Dunia di level $147/barel.

Akan tetapi, tren kenaikan harga minyak tersebut ternyata tidak berlanjut. Krisis ekonomi yang melanda hampir di semua Negara membuat konsumsi minyak turun dan membuat harga minyak mentah turut turun pula. Kondisi naik turun pada komoditas minyak tersebut dimanfaatkan pemerintah untuyk menyesuaikan harga BBM dalam negeri.

Salah satu tujuannnya adalah agar defisit APBN dapat dikendalikan. Sehingga kalau balik ditanya apakah pemerintah benar-benar berhasil dalam menstabilkan harga minyak?. Tentu jawaban yang tepat adalah keberhasilan pemerintah juga ditopang faktor keberuntungan oleh adanya penurunan konsumsi minyak dunia terkait dengan kondisi ekonomi global yang terkena resesi.

Nah, disaat harga minyak turun dan berada dikisaran $35/barel, tentunya APBN tidak lagi mengalami defisit yang besar, karena penurunan harga minyak yang lebih dari 70%, hanya diikuti penurunan harga BBM yang sekitar 30% lebih. Kemungkinan selanjutnya adalah apabila harga minyak mentah dunia kembali naik ke level $100/Barel, maka APBN diperkirakan masih relatif aman.

Terkait dengan naik turunnya BBM, indeks harga saham gabungan (IHSG) juga akan merespon kenaikan harga minyak dengan tren naik pula. Namun, besarnya kenaikan IHSG tidak selalu mengikuti pola kenaikan harga minyak mentah dunia. Selain dikarenakan harga minyak dunia mengangkat harga saham di sektor pertambangan dan energi, selain itu, kenaikan harga minyak juga mengindikasikan bahwa ekonomi sudah mulai berputar.

Harapan akan ekonomi global yang lebih baik dimasa yang akan datang biasanya dapat dilihat dari tren perubahan harga minyak yang naik. Meski demkian, kenaikan harga minyak juga menyisahkan masalah terhadap kenaikan laju inflasi. Sehingga nantinya berujung pada kebijakan uang ketat (suku bunga tinggi) atau tight money policy.

Disaat ini, pada saat ekonomi global telah menunjukan adanya pemulihan. Harga minyak kembali naik di atas harga $60/barel. Kenaikan tersebut telah membuat IHSG terdorong keatas mendekati level 2.000. dan kemungkinan akan melejit dan terus membentuk sebuah tren kenaikan yang konstan atau tetap. Diuntungkan memang, namun secara politis kenaikan BBM bisa menjadi boomerang terhadap kondisi politik nasional.

Keniakan BBM dapat menjadi isu penting bagi kandidat capres yang sedang mencalonkan dirinya saat ini. Kenaikan harga minyak mentah dunia akan membawa pemerintah yang berkuasa nantinya berada pada pilihan sulit. Seperti akankah menaikan harga BBM untuk mengimbangi harga minyak dunia yang terus naik?.

Akan tetapi, kenaikan harga minyak dunia sepertinya tidak akan menyebabkan kenaikan harga BBM dalam negeri dalam waktu dekat ini. Karena pemerintah yang sedang berkuasa (SBY) tentunya tidak akan menaikan BBM, daripada harus kehilangan kesempatan untuk terpilih kembali menjadi presiden.

Untuk itu, dalam waktu dekat (sebelum Pilpres) tren kenaikan harga saham akan tetap menunjukan performa yang bagus. Namun, ada kemungkinan jatuh dan terpuruk tatkala SBY nantinya tidak terpilih menjadi presiden. Karena pelaku pasar masih mengharapkan SBY tetap menjabat sebagai presiden. Namun belum diketahui apakah kemauan pasar tersebut juga merepresentasikan keinginan dari msyarakat Indonesia pada umumnya.

No comments: