Saturday, January 23, 2010

Mengukur Pemulihan Ekonomi Dari Harga Komoditas (Minyak)

Medan Bisnis, 1 September 2009
Resesi yang dalam di Amerika Serikat saat ini turut dibarengi dengan anjloknya harga komoditas seperti Minyak. Pada pertengahan tahun 2008, harga minyak dunia sempat menyentuh level tertingginya $147/barel. Dan sempat anjlok diharga $35/barel di akhir tahun 2008 hingga awal tahun 2009. Penurunan harga minyak tersebut terjadi seiring dengan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi global yang dimotori oleh Amerika Serikat.

Pada saat ini, harga minyak dunia mulai menunjukan penguatannya dan relatif stabil di harga $70/barel. Minyak merupakan “makanan utama” bagi mesin agar terus berputar. Perputaran mesin yang semakin cepat mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi sedang bergerak keatas. Jika permintaan minyak selalu dibarengi dengan laju pertumbuhan, maka penurunan permintaan minyak mengindikasikan sebaliknya.

Dan saat ini kita sedang berada di persimpangan, apakah harga minyak akan naik terus atau justru kian terpuruk dan kembali menuju resesi. Berdasarkan data historis, harga minyak selalu memiliki kecenderungan menurun di bulan akhir setiap tahunnya hingga 2 bulan pertama di tahun selanjutnya. Apa yang mempengaruhi penurunan harga minyak tersebut?.

Ada banyak faktor, iklim merupakan salah satunya. Iklim dingin yang terjadi di benua Amerika dan Eropa pada saat akhir tahun akan meningkatkan permintaan akan minyak oleh Negara-negara yang dinilai lebih kaya dan maju dibandingkan Negara di benua lain (selain eropa dan amerika). Permintaan minyak yang tinggi akan mengangkat harga minyak dunia, Ini merupakan kenaikan minyak secara musiman.

Kalau kenaikan minyak dilihat dari pertumbuhan ekonomi, maka China dan India akan menambah daftar Negara yang haus akan minyak untuk memenuhi kebutuhan negerinya yang dibarengi dengan laju pertumbuhan ekonomi yang saat ini tercepat di dunia. Ada potensi harga minyak akan naik diluar ekspektasi apabila kedua Negara tersebut terus mengalami laju pertumbuhan yang cepat secara konstan.

Penulis memperkirakan di bulan September nanti merupakan bulan dimana harga minyak akan mencapai titik tertingginya. Karena di bulan tersebut Negara-negara kaya akan mengumpulkan minyak guna mengantisipasi pergantian musim, sehingga ini akan menjadi pendorong naiknya permintaan, dan menjadi pemicu kenaikan harga minyak. Dan setelah musim dingin di awal tahun 2010 nanti baru harga minyak akan kembali merangsek keatas.

Seiring dengan ekspektasi bahwa pemulihan ekonomi global akan dimulai ditahun 2010 mendatang. Apabila proyeksi tersebut tepat, maka di pertengahan tahun 2010 nanti kita baru akan melihat harga minyak merangkak naik dan mendekati harga $100/barel. Hingga akhir tahun ini, harga minyak dunia sepertinya akan mencapai titik tertinggi pada range harga $75 - $80/barel.

Pemerintah Indonesia sepertinya akan melakukan perubahan dalam APBN (anggaran pendapatan belanja Negara), karena memprediksikan bahwa rata-rata harga minyak di tahun 2010 sebesar $65/barel. Jika proses pemulihan ekonomi global berjalan lambat, maka pemerintah masih bisa bernafas. Namun, melihat indikator ekonomi yang dikeluarkan oleh Negara adidaya (wak sam). Seperti data ekonomi di sektor manufaktur, property dan ritel yang terus membaik.

Meskipun belum menunjukan adanya perubahan yang signifikan, namun data tersebut kian hari dirilis membaik apabila dibandingkan pada saat ekonomi AS hancur pada titik terendahnya menjelang akhir tahun 2008 silam. Sehingga ini merupakan pertanda bahwa proses pemulihan memang benar telah dimulai.

Mengantisipasi hal tersebut, pemerintah harus siap menghadapi kemungkinan bahwa harga BBM kemungkinan besar akan naik kembali. Konversi energy dari penggunaan minyak tanah menjadi gas harus lebih digiatkan dan tepat sasaran. Memanfaatkan sumber energy lain yang dapat dihasilkan dari tumbuhan (sawit, Jagung, Kacang kedelai). Menaikan produksi (lifting) minyak, memprioritaskan penggunaan minyak dalam negeri, hingga kebijakan dalam menerapkan kebijakan hemat energy.

Seperti sebelumnya, kenaikan harga minyak selalu menjadi pemicu besarnya defisit APBN, karena pemerintah masih terus melakukan kebijakan subsidi. Kenaikan harga minyak nantinya juga akan membawa Indeks bursa naik tinggi. Ingat booming harga minyak selalu diikuti dengan kenaikan pada indeks bursa. Jika kita tidak siap mengantisipasi kenaikan harga minyak, maka kita lupa bahwa Indonesia memiliki peluang besar mengukir laju pertumbuhan seperti Negara China.

No comments: